(Cerita Fiksi)
Menjadi
seseorang yang bertempat dimana dia tak harus bertempat memang sangat
menyakitkan. Sedih? Marah? Kecewa pun tak ada gunanya. Sudah tidak usah heran,
hidupku memang sudah ditakdirkan seperti ini. Apa lagi pekerjaan saya sekarang
adalah penulis di salah satu majalah remaja. Kadang yang saya tulis adalah
hal-hal yang saya rasakan dan saya lihat disekitar. Sangat sudah biasa saat
tulisan saya dicerca maupun ditertawakan. Tapi saya menjadi best penulis setelah
setahun bekerja menjadi tim penulis
majalah remaja itu. Tulisan saya, postingan saya, bahkan status yang selalu
saya buat selalu mendapat love atau pujian dari pembaca setia. Pekerjaan yang
sekarang saya geluti sangatlah mudah karena saya bisa melakukan pekerjaan ini
dirumah. Setiap waktu,saya bisa menyelesaikan pekerjaan ini.
Dahulu,sebelum
saya terjun ke dunia tulis menulis ini saya bekerja di sebuah perusahaan minyak
bagian Accounting. Ya, saya sangat suka sekali pada hitung menghitung dan
angka-angka yang terdapat pada setiap laporan keuangan yang saya buat. Untuk
masuk ke dunia perhitungan sangatlah mudah. Karena keluarga saya memang pandai
menghitung dan mendalami di dunia yang sama, Accounting. Setiap orang yang mendengar kata itu pasti memandang
pekerjaan itu adalah salah satu pekerjaan yang banyak menanggung dosa. Kata
orang, pekerjaan ini menuntut orang didalamnya menjadi tidak jujur. Di dunia
inilah aku bertemu pada istriku yang sangat sempurna menurut pandanganku.
Suatu
pagi di hari libur yang cerah, saya dan almarhumah Istri saya (saat itu 52
tahun) sedang duduk santai di teras. Kami duduk dalam ketenangan. Tiba-tba -
sambil memperhatikan jari-jari kaki saya - Ia berucap “Jari kakimu kok kurang satu?”
. Sesungguhnya saya tidak cacat. Jari saya jumlahnya normal, lima di kiri dan
lima di kanan. Maka saya bilang ke Istri saya : “Jari ku normal sayang, jumlahnya sama seperti punya mu…”
Tapi Ia bersikeras : “Tidak,
jarimu kurang satu…!” Saya bersabar, tapi tidak mau mengalah juga :
“Sama sayangkuu, coba kita
hitung yuk”. Lalu saya mulai menghitung jari kaki istri saya ” satu dua tiga empat lima…”
masing-masing di kaki kiri dan kanan. Istri saja menyimak. Setelah itu, saya
beralih ke kaki saya sendiri “Sekarang
ganti kakiku ya… satu dua tiga empat lima…sama kan…”. Ternyata
istri saya masih keukeuh “Tadi
nggak segitu…”. Lalu istri saya cemberut… Ekspresi wajahnya seperti
anak kecil yang ketahuan salah tapi tidak mau disalahkan…
Memang
sejak kami dibangku kuliah kejala ini sering saya dapati pada dirinya. Sejak
dibangku kuliah ia sering sekali lupa menaruh dimana kacamatanya. Padahal,
kacamata itu sedang ia gunakan dikepalanya. Teman-temannya pun hanya
menertawakannya saja karena ia adalah orang yang humoris dan pandai sekali
dekat dengan seseorang. Ia sering sekali terlambat masuk ke kelas karena lupa
jika ke esokan harinya adalah kelas pagi. Ia pun sedikit lama untuk mengambil
keputusan dibandingkan teman-temannya yang lain.
Istri
saya bukan orang yang buta angka. Malah bisa dibilang waktu mudanya ahli
hitung-hitungan, karena ia adalah kepala rumah sakit bagian Accounting. Jadi aneh kan, kalau ia
sampai salah untuk urusan hitung-hitungan yang sesepele itu? Kejadian itu hanya
salah satu dari serentetan perilaku “aneh” Istri saya. Ya, Istri saya mengalami
demensia (kepikunan), tapi bukan pikun biasa. Istri saya menderita Alzheimer.
Sudah
cukup lama memang tidak bertemu dengan istri saya sedari perkuliahan yang kita
jalani bersama. Dulu kami adalah teman satu kampus, bahkan kami satu kelas. Ya,
tentu saja dikelas Accounting. Yang saya tahu, ia dahulu sangat sering mengeluh
karena dia merasa terjebak pada dunia yang harusnya tidak ia tekuni. “Kayanya aku mau pindah jurusan aja. Aku
lama untuk berhitung.” “aku gak bisa kerjain ini.” “aku sebel udah itung
panjang malah buyar semua.” “ ini kok ga balance terus sih salah kali ya yang
buat soal.” “capek banget rasanya.” Itulah kalimat yang keluar dari
mulutnya saat lelah sedang ia rasakan. Yang saya tahu, istri saya sangatlah
mencintai tentang kehidupan social. Karena dia sudah terjebak didalam dunia
yang ia rasa tidak sejalan dengan pemikirannya, maka ia pun mulai menyatukan
pikirannya dan sifat sosialnya. Saat ia mendapakan nilai yang mengecewakan, ia
selalu berkata “siapa bilang akuntan gak
bisa jadi kaya sosialis yang bantu orang-orang seperti dokter? Aku buktikan ya,
nanti aku juga bisa jadi akuntan yang sosialis ” Saya sangat suka dengan caranya menyemangati
dirinya sendiri. Kami pun kadang sangat suka sekali berdebat jika hasil laporan
keuangan kami berbeda. Saling mendiamkan, lalu saling mencari jika membuat
laporan keuangan kembali. Lucunya, kami tidak menyadari bahwa saat itu kami
telah berkepala dua tetapi masih bertingkah seperti anak ABG labil yang baru
masuk SMA.
Angan
yang terpendam akan terwujud, cita-cita yang tinggi akan tergapai dengan usaha,
keriangan, dan kesungguhan. Tiga tahun ini tak pernah saya melihat lagi seorang
wanita yang selalu bersemangat itu. Kita terpisahkan oleh waktu yang terus
berjalan. Terpisahkan oleh detak-detik jarum jam yang tak pernah berhenti
berputar. Tapi kami dipertemukan lagi di salah satu ruangan hetic di mana kami
saling membutuhkan. Saya melihat ia sedang memarahi salah seorang perawat
karena memperumit pasien yang harus ditolong nyawanya terlebih dahulu.
Mengajari tentang pembukuan pada salah seorang perawat yang berjaga di loket
pembayaran. Ia pun mengajari bahwa setiap pasien yang masuk tak usah
mempedulikan uang yang mereka punya, tetapi pedulikan dahulu keselamatan pasien
itu. Sejak saat itulah kami menjalankan hubungan yang lebih serius dan
melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Sebelum
kami memperserius hubungan kami, banyak laki-laki yang membuat saya mender jika
ingin mendekatinya. Maka, saya pun hanya bisa menjadi sahabat baiknya dikala
duduk dibangku kuliah. Yang terpenting, melihat senyum tulusnya setiap hari
membuat saya bahagia. Dekat dengannya, rasa nyaman pun selalu ada. Dia berbeda
dia tak sama dengan wanita lainnya. Di saat masa remaja orang lain dihabiskan
untuk saling mengenal atau berpacaran, ia lebih memilih berkutat dengan
sibuknya. Sedari kuliah ia giat mencari uang untuk tambahan biaya kuliahnya. Ia
juga sangat menggemari dunia olahraga. Salah satu hobby nya pun menjelajah
gunung dan bela diri. Karena sifatnya yang cuek tak memperdulikan laki-laki
yang mendekatinya, maka dari itu kami saling mengenal lebih dalam dari sebuah
persahabatan.
Detak
jantung terus berlantun, langkah kaki tetap terpadu. Dalam lembaran penuh warna
kehidupan. Darinya, saya belajar bahwa semangat dapat mengubah segalanya yang
tak mungkin pun akan menjadi mungkin. Yang tadinya omongannya tak dipedulikan, menjadi
seseorang yang omongannya sangat didengarkan. Darinya, saya mendapatkan banyak
inspirasi. Darinya pun, saya belajar menulis…ia sangat menyayangiku, sangat
menghormati aku sebagai suaminya. Ia tak pernah melupakan tugasnya sebagai
istri dan juga seorang akuntan disebuah rumah sakit.
Dan
darinya, saya mendapatkan seorang putri kecil yang sangat cantik. Mirip
dengannya, peri kecil ini selalu menjadi penolong bagi orang-orang disekitarnya
termasuk saya, ayahnya.
Penyakit
Alzheimer adalah jenis demensia paling umum yang awalnya ditandai oleh
melemahnya daya ingat, hingga gangguan otak dalam melakukan perencanaan,
penalaran, persepsi, dan berbahasa. Pada penderita Alzheimer, gejala berkembang
secara perlahan-lahan seiring waktu. Penyakit Alzheimer rentan diidap oleh
orang-orang yang telah berusia di atas 65 tahun dan sebanyak 16 persen diidap
oleh mereka yang usianya di atas 80 tahun. Meski begitu, penyakit yang
menjangkiti lebih banyak wanita ketimbang laki-laki ini juga dapat dialami oleh
orang-orang yang berusia antara 40 hingga 65 tahun. Diperkirakan sebanyak 5
persen penderita Alzheimer terjadi pada kisaran usia tersebut.
Lalu
apa tanda-tanda penyakit Alzaimer? Awalnya, Istri saya hanya menunjukkan
gejala-gejala lupa biasa, tapi makin lama makin sering lupa. Lupa menaruh
sesuatu, lupa mengambil sesuatu, lupa mau mengatakan apa, bahkan sampai salah
menyebut nama. Seperti kata orang, lupa “bawaan tua”. Namun seiring waktu
kejalanya meningkat. Saya dan istri saya membiasakan untuk solat subuh
berjamaah, namun rukun solat dan wudhu pun ia semakin kacau, diulang-ulang atau
terbalik-balik. Lalu makan dan berpakaian saja harus dipandu. Sebelum penyakitnya
mulai parah, ia tak pernah lupa menyiapkan pakaian,sepatu dan membenarkan dasi
saya yang salah. Keadaannya semakin memburuk karena emosinya pun berubah drastis.
Ia menjadi mudah tersinggung, mudah marah, gampang bingung, murung, sering
menangis tanpa alasan, dan lebih banyak diam. Karena biasanya apapun yang ia
lakukan,ia selalu bercerita jujur kepada saya. Jika ada sesuatu yang tidak
sesuai dengan kemauannya, atau jika ia mengalami kesulitan mengungkapkan
maksudnya, ia bisa panik,menangis,bahkan histeris. Pernah suatu hari ketika ia
melakukan kesalahan kecil yang tidak ia sengaja, Istri saya berteriak-teriak
dan menangis ketakutan. Memang kacaunya orientasi tempat dan waktu merupakan
salah satu gejala penyakit Alzheimer. Dalam sehari bisa belasan kali istri saya
menyanyakan hari.
Lalu
bagaimana cara berkomunikasi? Sangat sulit. Karena Istri saya pun kesulitan
mengungkapkan maksud dan pikirannya. Seolah banyak sekali yang ingin beliau
katakan. Namun setiap kali kalimatnya terhenti karena tidak menemukan
kata-kata, atau bisa jadi ide di benaknya pun raib.
Selain
sulit berkomunikasi, Istri saya pun hampir lupa identitas kami. Kadang-kadang
istri saya menyebut nama saya dengan nama mantannya dan sering pula mengira
anak kami sebagai adik sepupunya. Beliau tahu bahwa kami adalah orang-orang
yang dikenalnya, yang dekat dengannya, yang disayanginya, yang dirindukannya.
Namun, setiap kali kami musti mengingatkan siapa nama kami. Momen- momen itu
sekaligus saya manfaatkan untuk mengingatkan istri saya tentang angka dan
hitungan, meskipun itu sudah tidak ada faedahnya lagi bagi istri saya… Tapi
setidaknya, saya berusaha membangunkan daya pikirnya. Untuk mengaktifkan
otaknya, saya selalu menyediakan buku cerita yang ringan untuknya. Karena itu
saya pilihkan buku anak-anak seputar cerita rakyat, cerita nabi-nabi dan fabel…
Alhamdulillah Istri saya menyukainya… Bahkan buang air besar atau kecil menjadi
tak terkontrol dan harus mengenakan popok Maka dari itu saya mengundurkan diri dari
pekerjaan saya dan menjadi seorang penulis seperti sekarang agar tetap bisa
menjaga istri saya dan merawatnya. Sama seperti ia merawat saya dan putri kecil
saya dulu yang kini sudah beranjak dewasa.
Di
sisi lain, kami kesulitan untuk menjelaskan kepada orang-orang di sekitar kami
tentang keadaan istri saya yang sesungguhnya. Sulit meyakinkan bahwa yang istri
saya derita itu penyakit medis, bukan jin jahat, bukan kutukan… Semua itu
berujung pada ketidak mengertian awam tentang penyakit Alzheimer… Bahkan sampai
saat ini saya menduga masih banyak sekali orang yang tidak tahu apa itu
penyakit Alzheimer…
“pah besok aku wisuda
jangan lupa datang yah pah. Aku sore ini nginep dikampus supaya besok gak
kesiangan. Papah jangan lupa datang ya. Bersama mama ya.” Peri kecil kini sudah tumbuh
menjadi seoarang yang cantik dan mirip sekali dengan ibunya. Menjadi seorang
dokter yang sosialis adalah cita-citanya agar bisa menyembuhkan penyakit ibunya
dan menolong orang-orang disekitar. Entah harus memberi kabar seperti apa
kepada peri kecilku yang selalu memberikan senyum tulus yang sangat mirip
dengan senyum ibunya itu. “selamat ya
nak, papah bangga sama kamu. Maaf papa datang telat,ini ada titipan bunga dari
mamah.” Saya memberinya seikat bunga. “Mama
mana pah? Gak ikut? Lagi istirahat ya pasti? Habis ini aku pasti jadi dokter
yang bisa nyembuhin mama pah. Aku juga bakal bantu orang-orang yang ngebutuhin
aku.” Walaupun berat, saya tetap
harus memberitahukan ini kepada peri kecil saya walaupun saya tau ini adalah
hari bahagianya. “mama dek… mama…..”
sambil menggoyang-goyangkan tangan saya, air matanya mulai menetes. Saya sungguh
berat melihatnya menangis seperti ini. “mama
kenapa pah? Kok papah diam?” I “mama
sudah gak ada dek….”
Meskipun
kurang dikenal, faktanya Alzheimer adalah penyakit paling mematikan urutan ke 5
di dunia. Hadirnya diam-diam, berkembangnya pelan namun progresif… terus maju
tanpa bisa dihentikan. Nyata-nyata Alzheimer merupakan silent killer yang tak
boleh dianggap sepi. Tak kurang nyawa mendiang Ronald Reagan dan Winston
Churchil pun direnggutnya.
Alzheimer
telah menggerogoti kemampuan intelektual istri saya, menghancurkan
kepribadiannya, mencabik-cabik emosinya, mencederai harkat kemanusiaannya….juga
terhadap penderita lainnya. Lewat tulisan ini, saya hanya ingin sharing dan
mengajak, mari kita kenali Alzheimer, dan cegah kehadirannya di keluarga kita.
Kita mulai dengan pola hidup dan pola makan sehat. Tetap aktifkan otak dan
fisik secara positif., kembangkan hobi dan komunikasi yang sehat, dan yang
pasti, dekatkan diri pada Sang Khaliq, mohon perlindungannya…
Jangan
sampai kecolongan!
Selamat jalan sayang,kami tetap disini, peri kecil kita telah tumbuh menjadi sosialis seperti yang kau mau. Doa kami akan terus mengalir untukmu, untuk istriku tercinta.... terimakasih sayang, semua yang kau buat begitu indah. Cinta kita sempurna, karna kamu yang menyempurnakannya....