Akihirnya aku memberanikan diri untuk bertemu denganmu lagi. Setelah 3 kali penolakan, rasanya kali ini kau patut ku berikan kesempatan. Bukan karena gengsi atau jual mahal, tapi hati ini memang kehilangan keberanian untuk memulai lagi sebuah hubungan.
Aku senang, kamu berbeda dengan mereka. Mereka yang selalu terburu-buru seakan dikejar waktu. Kau tahu persis kapan harus diam dan kapan harus bertanya mengenai masa laluku.
Mungkin, banyak yang sudah kau dengar dari mereka tentang siapa aku, mulai dari julukan perempuan jutek, perempuan sok jual mahal, sampai dengan ice queen karena lebih memilih untuk tidak berkawan dengan siapapun karena sering sekali aku menerima pengkhianatan dari temanku sendiri, kecuali seorang teman perempuan. Dan hari ini semua pertanyaanmu terjawab, bukan?
Bahwa aku membangun tembok setinggi mungkin dari laki-laki yang menjadikanku bahan taruhan, hanya demi kepuasan dan pembuktian bahwa aku dapat mereka jinakkan. Mungkin, mereka pikir aku bom atau hewan liar yang ada di hutan.
Biasanya, aku sebal dengan laki-laki yang hobi ngaret, aku tidak pernah suka laki-laki yang banyak bicara, dan wangi parfummu yang memenuhi setiap jengkal saluran pernapasan. Namun, entah mengapa, semua menjadi tidak penting lagi saat kau memberikan jaket hangatmu ketika aku sibuk meminta pembalut terhadap teman-temanku.
Aku suka saat kau memperlambat laju kendaraanmu hanya untuk mendengarkanku berceloteh ria, ketika aku berisik sekali untuk menyuruhmu memakai slayer agar tak terkena debu. Begitu juga saat kamu lupa membawa jas hujan dan lalu memakai jas hujan plastik yang sangat berisik dan aku kau suruh memegangnya sepanjang perjalanan. Entah itu dengan kesengajaan atau tidak, aku tidak mengerti....
Sepanjang perjalanan, aku mempertimbangkan, apakah waktu yang akan kita habiskan menjadi sebuah keharusan. Kalau saja mendadak aku mati bosan, seribu satu alasan sudah ku persiapkan untuk membatalkannya. Karena sudah beberapa kali aku membatalkan janji denganmu diwaktu kamu sudah didepan rumahku dan kamu menunggu selama 2 jam lamanya dengan pintu tertutup.
"kamu seperti cumi goreng tepung ini, ya."
"maksudmu? Bulat-bulat gendut ya?"
"bukan, kamu garing!"
Masih ingat saat itu kita tertawa? sepotong capit kepiting terbang bebas dari tanganmu dan mendarat sukses ditengah meja.
Tidak perlu banyak kata karena mata berbicara atas nama semua rasa.
Malam itu menyenangkan, seperti bulan yang mengintip diam-diam saat kita duduk bersebelahan.
Semoga kali ini benar berbeda.
Sejak malam itu, aku lebih merasa mengenal diriku sendiri. Terimakasih untuk 5 hal ternyata yang baru ku tahu jawabannya.
Ternyata, mencoba hal baru tidak semenakutkan yang ku kira.
Ternyata, ditanganmu kepiting bisa terbang.
Ternyata, masih ada yang sanggup bertahan untuk memanjat tingginya tembok yang ku bangun kemarin dulu.
Ternyata, restoran seafood bukan ide yang bagus untuk dijadikan pilihan saat kencan, susah mau pegangan tangan? mungkin . . . .
Ternyata, bahumu empuk seperti potongan cumi goreng yang kita perebutkan.
Meskipun garing tidak mengapa, kamu sederhana tidak seperti mereka yang sebelumnya menjejaliku dengan mimpi yang itu-itu saja...
Karena rasa mampu menerkam cerita, dan setiap cerita mempunyai rasa.....
-RASA CINTA-
Mencecap Cerita di Setiap Rasa
Kaya pernah ngeliat lagi makan nasgoe didepan kantor gue, Jakarta Barat, mabes
ReplyDeleteIya gaksih?