Saturday, January 28, 2012

HUTAN


Kelompok 2
GEOGRAFI
Anggota :
-YAZENA
-BAYU
-LINGGA
-ADHA ANYA
-ANDI.R







Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelang-sungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Demikian pengertian lingkungan hidup sebagaimana dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lingkungan Hidup adalah suatu kesatuan hidup antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Lingkungan Hidup terdiri dari dua bagian, yakni: Lingkungan Hidup Abiotik dan Lingkungan Hidup Biotik.
Lingkungan Hidup abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi.
Sedangkan Sedangkan Lingkungan Hidup biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).
Hubungan Kehidupan dari lingkungan hidup itu disebut Ekosistem
Jenis-jenis Lingkungan Hidup
  1.  Lingkungan Hidup Alami.                                                                                                   Lingkungan hidup alami merupakan lingkungan bentukan alam yang terdiri atas berbagai sumber alam dan ekosistem dengan komponen-komponennya, baik fisik, biologis. Lingkungan hidup alami bersifat dinamis karena memiliki tingkat heterogenitas organisme yang sangat tinggi.
  2.  Lingkungan Hidup Binaan/Buatan.                                                                                      Lingkungan hidup binaan/buatan mencakup lingkungan buatan manusia yang dibangun dengan bantuan atau masukan teknologi, baik teknologi sederhana maupun teknologi modern. Lingkungan hidup binaan/buatan bersifat kurang beraneka ragam karena keberadaannya selalu diselaraskan dengan kebutuhan manusia.
  3.  Lingkungan Hidup Sosial.  Lingkungan hidup sosial terbentuk karena adanya interaksi sosial dalam masyarakat. Lingkungan hidup sosial ini dapat membentuk lingkungan hidup binaan tertentu yang bercirikan perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara individu dan masyarakat sangat erat dan saling mempengaruhi serta saling bergantung.
pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan yang ada di Indonesia
1.Hutan Bakau
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Contoh : pantai timur kalimantan, pantai selatan cilacap, dll.
2.Hutan Sabana
Hutan sabana adalah hutan padang rumput yang luas dengan jumlah pohon yang sangat sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh : Nusa tenggara.
3.Hutan Rawa
Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah tumbuh di hutan rawa. Contoh : Papua selatan, Kalimantan, dsb.

4.Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar garis khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi. Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur, humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan dan merugikan negara trilyunan rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera, dsb.

5.Hutan Musim
Hutan musim adalah hutan dengan curah hujan tinggi namun punya periode musim kemarau yang panjang yang menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.
Fungsi hutan :
1.    Hutan Wisata
Hutan wisata adalah hutan yang dijadikan suaka alam yang ditujukan untuk melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan / binatang langka agar tidak musnah / punah di masa depan. Hutan suaka alam dilarang untuk ditebang dan diganggu dialih fungsi sebagai buka hutan. Biasanya hutan wisata menjadi tempat rekreasi orang dan tempat penelitian.
2.    Hutan Cadangan
Hutan cadangan merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Di pulau jawa terdapat sekitar 20 juta hektar hutan cadangan.
3.    Hutan Lindung
Hutan lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti C02 (karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar lereng dan bibir pantai.
4.    Hutan Produksi / Hutan Industri
Hutan produksi yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut rusak.

 

 

Kasus di Sumatera

Bukit Lawang adalah nama tempat wisata di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara yang terletak 68 km sebelah barat laut Kota Binjai dan sekitar 80 km di sebelah barat laut kota Medan. Bukit Lawang termasuk dalam lingkup Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan daerah konservasi terhadap mawas orang utan.

Beberapa tahun lalu tepatnya pada tanggal 2 November 2003, Bukit Lawang dilanda tragedi banjir bandang yang menyebabkan ratusan rumah penduduk serta wisma-wisma penginapan di tepian Sungai Bahorok hancur lebur.

Dampak buruk paling mutakhir dari illegal logging terjadi di kawasan Bahorok-Langkat, Sumatera Utara. Banjir bandang akibat penggundulan hutan terjadi pada minggu malam, 2 November 2003 pada pukul 21.55 Wib. Air bah yang datangnya dari hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) Bahorok seperti menggerus wilayah sepanjang hulu sungai.
SIAMANG - Gibbon, Siamang hitam bergelantungan di dahan pohon.
Sungai bahorok yang jernih tampak dari balik ranting pepohonan.

Menyeberangi sungai Bahorok tanpa jembatan sebelum mendapati tujuan merupakan tantangan yang menarik bagi wisatawan di Bukit Lawang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Korban meninggal yang teridentifikasi diperkirakan sebanyak 138 orang dan seratusan orang belum ditemukan.4 Hal ini akibat semakin berkurangnya luas tutupan hutan di Sumatera Utara, termasuk di wilayah perbatasan dengan Taman Nasional Gunueng Leuser.
Sumatera Utara memiliki luas wilayah sebesar 7.168.000 hektar setengahnya atau sekitar 3.675.918 hektar merupakan kawasan hutan.
Namun luas wilayah hutan ini tidak dijaga kelestariannya. Sekitar 890.505,8 hektar sedang dalam kondisi rusak. Banyak pemilik izin perkayuan tidak melakukan penanaman kembali, di samping maraknya illegal logging.
Produksi hutan sebesar 8.987.961,51 m3 selama 5 tahun, berarti 1.797.592,302 m3 per tahun atau setara dengan 179.759,2 hektar per tahun. Jika dibandingkan dengan hasil kayu berdasarkan izin HPH, telah terjadi penebangan hutan sebesar 127.376,202 m3 atau setara dengan 1.273,762 hektar di luar HPH. Illegal logging ini mengakibatkan kerugian triliunan rupiah.
Dari data tersebut terlihat kerusakan hutan di Sumatera Utara sebesar 1.045.595,762 hektar (HPH dan produksi hutan). Namun berdasar data yang diolah dari berbagai media massa, masih terjadi kerusakan hutan lainnya diakibatkan pembakaran dan penebangan sebesar 165.001,15 hektar.
Sehingga dari 3.675.918 hektar hutan yang ada di Sumatera Utara, 1.367.643,15 hektar telah rusak. Hutan yang tersisa dan harus diselamatkan sebesar 2.308.274,85 hektar. Inilah salah satu penyebab banjir bah di Bahorok-Langkat, Sumatera Utara.
Tim investigasi Koalisi Ornop menemukan adanya tumpukan kayu bekas tebangan di lokasi kejadian. Tidak jauh dari lokasi bencana juga terdapat kawasan hutan muda bekas tebangan. Sementara di lokasi lain ditemukan adanya bekas tunggul kayu dan potongan kayu. Selain Sumatera Utara, Riau pun harus menghadapi ancaman serupa. Menurut Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia  (GI), akibat tingginya laju kerusakan hutan, luas hutan di Riau kini tinggal 800 ribu hektar, padahal pada 2001 masih 4 juta hektar. Saat ini, karena penyusutan hutan itu, bencana banjir makin sering terjadi. Tahun ini Riau diperkirakan mengalami kerugian Rp 1,12 triliun akibat dampak banjir.5
Menurut Elfian, kerugian Riau akibat banjir pada periode 2003-2004 sebesar Rp 1,12 triliun terdiri dari kerugian langsung Rp 203 miliar dan kerugian tidak langsung Rp 920,4 miliar. Kerugian sebesar itu merupakan 57 persen dari total APBD Provinsi Riau. Akibatnya sebagian besar pembangunan di Riau hancur akibat banjir.
Elfian menunjuk makin menipisnya luas hutan sebagai penyebab makin seringnya datang banjir. Lebih lanjut Direktur Eksekutif GI tersebut menyatakan saat ini terdapat 36 titik alih fungsi hutan, yakni mengubah hutan lindung menjadi hutan produksi terbatas. Namun setelah menjadi hutan produksi terbatas, alih fungsi juga dilakukan menjadi hutan produksi dan seterusnya menjadi perkebunan.
Dari jumlah tersebut, 50 persen terdapat di hutan lindung. Celakanya tujuh titik alih fungsi terdapat di daerah yang paling parah terkena banjir, sehingga daerah tersebut di masa mendatang akan makin menderita.
Selain banjir, kerugian akibat perusakan hutan juga dirasakan sektor pertanian. Kerusakan hutan menyebabkan satwa-satwa seperti gajah sering mengamuk di areal pertanian dan perkebunan. Pada 2002, GI memperkirakan nilai kerugian Riau akibat amukan gajah terhadap pertanian dan perkebunan mencapai Rp 83 miliar.
Kerugian yang diderita Riau akibat banjir, tutur Elfian, jauh lebih besar dibandingkan pendapatan dari eksploitasi hutan. Dia mencontohkan pada 2003, dana dari sektor kehutanan yang masuk APBD hanya Rp 15,5 miliar. Bisa disimpulkan Riau sebenarnya sangat dirugikan dengan kebijakan melakukan alih fungsi hutan.
Karena itu, melihat begitu merugikannya dampak kerusakan hutan, Elfian menyarankan Pemprov Riau memilih kebijakan melestarikan hutan. GI memperkirakan jika hutan tersisa di Riau tidak diselamatkan, pada 2007 kerugian yang akan diderita Riau membengkak mencapai Rp 2,5 triliun. Untuk melestarikan hutan yang luasnya sudah sangat sedikit, Pemprov harus secepatnya mendeklarasikan gerakan anti praktik kejahatan kehutanan. Deklarasi itu harus melibatkan gubernur dan bupati secara langsung.
Aceh sedang mengalami ancaman! Kira-kira begitualh yang terjadi di Aceh. Bukan lagi serangan besar-besaran GAM atau Operasi Militer. Propinsi itu sejak awal telah ditengarai sebagai salah satu tempat pencurian kayu. Namun, apabila proyek pembangunan jalan tembus Ladia Galaska terealisir sempurna, praktek illegal logging makin mudah saja. Illegal logging bakal menemukan surganya yang baru di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh.
Proyek sepanjang 470 km yang dimulai dari pantai barat Aceh Samudra Hindia ke pantai timurnya di Selat Malaka, dari kota Meulaboh-Takengon-Blangkajeren ke Peureulak. Dari pengamatan landsat telah ditemukan pada tahun 2000, menunjukkan proses perusakan hutan sudah terjadi di kiri kanan jalan.
Nabiel Makarim, Menteri Lingkungan Hidup, menunjukkan citra landsat pada 1973 di sepanjang jalan yang kini dijadikan jalur Ladia Galaska terjadi perambahan hutan di kiri kanan jalan meskipun belum terlalu parah seperti sekarang. Namun 37 tahun kemudian sepanjang jalur itu sudah terjadi penebangan hutan yang sangat luas.
Menurut dia, jika rencana pembangunan Ladia Galaska diteruskan salah satu dari dua hutan yang utuh di Indonesia akan hancur. Saat ini dari dua hutan di Indonesia yang masih terbilang utuh dan rusak parah adalah Leuser di Pulau Sumatera dan hutan Loren di Papua.
Nabiel juga menyebutkan pembangunan jalan yang dimaksudkan untuk membuka isolasi masyarakat Aceh kepada aktivitas ekonomi di Selat Malaka, tidak disertai feasibility study. Tidak mempertimbangkan jumlah rakyat yang bisa memanfatkan jalur itu. Menurutnya, alasan pembangunan jalan untuk membuka isolasi daerah terpencil, mengapa pembangunannya justru di daerah yang jarang penduduknya.
Selain berdampak negatif bagi lingkungan, jelas Nabiel, pembangunan Ladia Galaska juga berpengaruh buruk terhadap ekonomi, sosial dan keamanan di NAD. Pembukaan jalur daerah selatan Aceh ke arah Medan justru membuat daerah utara Aceh terisolir dan akan meningkatkan eksploitasi sumber daya hutan di selatan Aceh.
Sedangkan dampak sosialnya berupa akan terjadi peningkatan persaingan antar etnis. Masyarakat yang baru terbuka keterisolirannya berhadapan dengan masyarakat kota yang sangat agresif dari Medan. Sedangkan dari aspek keamanan, kata Nabiel, membuat Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bisa keluar-masuk kawasan hutan Leuser dari berbagai jalur di jalan Ladia Galaska. Artinya menambah beban TNI di berbagai titik rawan baru.
Hutan perawan sebagaimana di uraikan di atas dengan kerapatan utuh 100 persen maka sinar matahari tidak dapat menembus ke bawah sehingga daun-daun lapuk selalu basah walau di musim kemarau sekalipun sehingga tidak mudah dilalap api. Jika hutan itu terbuka dalam hamparan yang luas seperti pasca eksploitasi HPH, dengan kerapatan dibawah 50 persen maka akan mudah terbakar. Akibatnya dedaunan busuk dengan humus yang tebal, ranting dan dahan yang kering lekang sehingga dengan pemantik kecil saja kawasan ini segera terbakar.

Keadaan hutan yang sudah longgar, pohon-pohon besar dan kecil ditebang dan tidak ada regenerasi berdampak pada perairan terutama anak-anak sungai akan banjir besar dan menerima debit air yang melebihi kapasitas normal. Sungai yang dahulunya tidak bisa meluap dan begitu bersahabat sekarang sebaliknya,. Sedangkan di musim kemarau persediaan air sangat kurang.
mari jaga dan lestarikan hutan kita demi kelangsungan hidup umat manusia. cintai hutan seperti anda mencintai orang yang anda sayangi.

No comments:

Post a Comment