Friday, June 7, 2013

si Miskin Haruslah Bekerja Keras



Kehilangan adalah hal yang tidak dapat digambarkan. Apa lagi kehilangan seseorang untuk selamanya….

Waktu itu saya baru lulus Sekolah Dasar dan Alhamdulillah pada saat itu saya diterima di salah satu SMP Negri diDaerah Jakarta Timur yang memang terkenal susah untuk masuk kesana. Itu adalah hadiah terbesar yang akan saya berikan untuk ayah. Karena ayah selalu menemani saya dan membimbing saya dengan hatinya yang lembut dan ikhlas.

Ayah memang sedang tidak enak badan  saat itu karena sakit gigi. Penyakit yang sepele namun fatal akibatnya. Sudah 2 kali ayah ke RS yang disana adalah Rumah sakit dibawah naungan pemerintah. Sehingga ayah tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk berobat. Karena pekerjaan ayah setiap hari hanyalah jasa mengantar dengan sepeda motornya yang sudah lumayan tua.

Meski pun ayah mendapat keringanan biaya,namun perlakuannya pun tidak sesuai. Ayah hanyalah lulusan Sekolah dasar yang tidak begitu banyak tau tentang hal-hal dirumah sakit sehingga ayah banyak bertanya kepada pihak rumah sakit. Namun,jawaban-jawaban dari rumah sakit pun tidak mengenakan hati. Saya saja yang baru lulus Sd kemarin,mengerti kata-kata yang diucapkan itu tidak sopan. Tidak seharusnyya dikeluarkan oleh seorang yang berpendidikan tinggi seperti pekerja rumah sakit itu.

Karena prosedur yang sangat meribetkan,akhirnya ayah mengurungkan niatnya untuk berobat lagi. Kata ayah,hanya sakit gigi bukan sakit yang kronis masih bisa ditahan ko sakitnya. Namun beberapa minggu ini ayah terlihat pucat dan sampe suatu hari ayah menghembuskan nafas terakhirnya….
Hanya karena sakit gigi dan hanya karena prosedur Rumah Sakit yang meribetkan kami warga miskin...
Mulai saat itu,mulai hari itu,saya berjanji,saya akan selalu mengejar cita-cita saya setinggi langit. Setinggi bintang-bintang yang bertebaran dilangint nan indah.

Alhamdulillah sekarang saya kuliah di Universitas Negri dan sudah di kontrak kerja di beberapa rumah sakit dibagian keuangan. Selama saya kuliah pun banyak perlakuan yang tidak mengenakan dari rector atau pun bagian administrasi karena saya mendapatkan beasiswa sehingga saya membayar SPP ringan. Bukan saja dilarang sakit, tapi juga dilarang merengek. Itulah si miskin seperti saya!
SEMOGA provokasi kalimat di atas membawa Anda pada baris ini. Bukan mengada-ngada atau sekedar mencari sensasi bila kalimat di atas menggelitik atau bahkan menjengkelkan Anda. Pasalnya, inilah yang terjadi di negeri kita tersayang Indonesia. Ketika orang miskin bukan saja dilarang sekolah, dilarang pandai, dilarang sukses, tapi juga dilarang sakit – mungkin suatu saat dilarang kentut.

Angat amat disesalkan ketika sebuah lembaga publik yang harusnya melayani masyarakat, malah membebani. Motif komersilnya malah memeras dan menimbun jengkel pada masyarakat. Apakah sebenarnya tujuan rumah sakit, sekolah, pengadilan, dan lain-lain? Bukan melayani masyarakat? Bukankah mengobati orang sakit, mendidik orang bodoh, dan menegakkan kebenaran? Kalau tujuan seperti ini yang melandasi, tentunya motif komersil tidaklah diperlukan. Kalau memang mau mengeruk laba sebesar-besarnya, dirikanlah perusahaan, jadilah makelar, bangunlah rumah bordil, rayakanlah perjudian!

Ketika saya merengek pada ibu soal biaya, dia malah melarang, dan berujar, “yah emang segitu!”. Berarti, orang miskin pun dilarang merengek, terlebih protes. Atau nanti ada yang menyahut, “Siapa suruh miskin!”.

Dari kehilangan,dari cacian,kini saya tumbuh menjadi manusia yang tegar dari segala rintangan dan cacian yang mereka lontarkan kepada saya. Karena saya sadar,hubungan baik adalah hanya hubungan saya dengan tuhan,bukan dengan manusia yang hanya ingin meraih meteri semata tanpa tau nyawa taruhannya…

No comments:

Post a Comment