Friday, June 7, 2013

Muda Dipuja Tua Sengsara



Seorang yang berbakat, terampil, dan berprestasi adalah milik seorang atlet dan sebuah cita-cita yang didambakan para pendatang baru yang terjun ke dunianya masing-masing.

Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya…

Saya sangat cinta Indonesia,seluruh tenaga yang saya keluarkan hanyalah untuk membela tanah air tercinta. Setiap atlet yang memberikan prestasi mendunia untuk bangsanya akan mendapat pujian  setinggi langit, bagai pahlawan sepulangnya dari menjuarai suatu kejuaraan dia akan disambut meria,dibangga-banggakan dan dipuja-puji.

Sayangnya, Kasus mantan atlet yang senja di kala tua selalu menjadi momok bangsa selalu berulang dan belum berakhir, ketika berprestasi para mantan atlet itu dielu-elukan oleh rakyat Indonesia, namun saat ketika sudah bukan atlet hidup mereka memprihatinkan.
Contohnya saja mantan atlet atletik Indonesia Samuel Elia Huwae yang telah menorehkan prestasi gemilang di dunia olahraga. Namun sayangnya, saat ini momen kemenangan dan prestasi yang pernah mereka raih hanya kenangan dalam perjalanan hidup mereka, karena mereka kini telah beralih profesi.

Peraih medali perak dan perunggu di sea games 1991 ini hidupnya hanya mengeloloa sebagia lahan di Gelora Bung Karno, ia menjadi seorang juru parkir di senayan.
Ketika para atlet berpeluh keringat untuk perjuangan bangsa namun perhatian dari pemerintah belum maksimal banyak lagi para mantan atlit di luar sana yang bernasib sama, ketika ingin memperjuangkan mereka mungkin sudah capek terhadap pemerintahan kita ini. segala peraturan dan prosedur yang menyulitkan kita untuk bisa memberikan masukan kepada negara ini, yaitu negara Indonesia.

Namun masa kejayaan mereka yang telah berlalu dan termakan usia yang tidak bisa dipungkiri, maka akan ada masa sulit bahkan tragis bagi kehidupan mereka.  Kadang masa sulit itu membuat mereka hanya tersisa nama saja, dan tak dikenal lagi bahkan menjadi begitu tak berharga bagi bangsanya.

Mengapa banyak terjadi kejadian seperti itu? Karena banyak altet yang hanya mengagungkan jasmaninya dan meninggalkan dunia pendidikan hanya karna telah lalai olah pujaan dan pujian rakyat Indonesia waktu mereka masih berjaya di dunianya. Padahal saat meraka masih berjaya itulah salah satu yang harus dimanfaatkan untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya dengan modal keahlian mereka. Karena pendidikan adalah salah satu penopang hidupnya di masa tua nanti.

Melalui pendidikan yang tinggi,seseorang dapat naik kasta. Aapalagi dibarengi dengan prestasi-prestasi non akademik yang mereka miliki.

Karena Prestasi-prestasi olahraga mereka yang segudang akan nampak hilang tertelan waktu. Saat semuanya tak lagi berarti maka kemasyurannya hanya setitik kecil yang jadi tak berharga..

si Miskin Haruslah Bekerja Keras



Kehilangan adalah hal yang tidak dapat digambarkan. Apa lagi kehilangan seseorang untuk selamanya….

Waktu itu saya baru lulus Sekolah Dasar dan Alhamdulillah pada saat itu saya diterima di salah satu SMP Negri diDaerah Jakarta Timur yang memang terkenal susah untuk masuk kesana. Itu adalah hadiah terbesar yang akan saya berikan untuk ayah. Karena ayah selalu menemani saya dan membimbing saya dengan hatinya yang lembut dan ikhlas.

Ayah memang sedang tidak enak badan  saat itu karena sakit gigi. Penyakit yang sepele namun fatal akibatnya. Sudah 2 kali ayah ke RS yang disana adalah Rumah sakit dibawah naungan pemerintah. Sehingga ayah tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk berobat. Karena pekerjaan ayah setiap hari hanyalah jasa mengantar dengan sepeda motornya yang sudah lumayan tua.

Meski pun ayah mendapat keringanan biaya,namun perlakuannya pun tidak sesuai. Ayah hanyalah lulusan Sekolah dasar yang tidak begitu banyak tau tentang hal-hal dirumah sakit sehingga ayah banyak bertanya kepada pihak rumah sakit. Namun,jawaban-jawaban dari rumah sakit pun tidak mengenakan hati. Saya saja yang baru lulus Sd kemarin,mengerti kata-kata yang diucapkan itu tidak sopan. Tidak seharusnyya dikeluarkan oleh seorang yang berpendidikan tinggi seperti pekerja rumah sakit itu.

Karena prosedur yang sangat meribetkan,akhirnya ayah mengurungkan niatnya untuk berobat lagi. Kata ayah,hanya sakit gigi bukan sakit yang kronis masih bisa ditahan ko sakitnya. Namun beberapa minggu ini ayah terlihat pucat dan sampe suatu hari ayah menghembuskan nafas terakhirnya….
Hanya karena sakit gigi dan hanya karena prosedur Rumah Sakit yang meribetkan kami warga miskin...
Mulai saat itu,mulai hari itu,saya berjanji,saya akan selalu mengejar cita-cita saya setinggi langit. Setinggi bintang-bintang yang bertebaran dilangint nan indah.

Alhamdulillah sekarang saya kuliah di Universitas Negri dan sudah di kontrak kerja di beberapa rumah sakit dibagian keuangan. Selama saya kuliah pun banyak perlakuan yang tidak mengenakan dari rector atau pun bagian administrasi karena saya mendapatkan beasiswa sehingga saya membayar SPP ringan. Bukan saja dilarang sakit, tapi juga dilarang merengek. Itulah si miskin seperti saya!
SEMOGA provokasi kalimat di atas membawa Anda pada baris ini. Bukan mengada-ngada atau sekedar mencari sensasi bila kalimat di atas menggelitik atau bahkan menjengkelkan Anda. Pasalnya, inilah yang terjadi di negeri kita tersayang Indonesia. Ketika orang miskin bukan saja dilarang sekolah, dilarang pandai, dilarang sukses, tapi juga dilarang sakit – mungkin suatu saat dilarang kentut.

Angat amat disesalkan ketika sebuah lembaga publik yang harusnya melayani masyarakat, malah membebani. Motif komersilnya malah memeras dan menimbun jengkel pada masyarakat. Apakah sebenarnya tujuan rumah sakit, sekolah, pengadilan, dan lain-lain? Bukan melayani masyarakat? Bukankah mengobati orang sakit, mendidik orang bodoh, dan menegakkan kebenaran? Kalau tujuan seperti ini yang melandasi, tentunya motif komersil tidaklah diperlukan. Kalau memang mau mengeruk laba sebesar-besarnya, dirikanlah perusahaan, jadilah makelar, bangunlah rumah bordil, rayakanlah perjudian!

Ketika saya merengek pada ibu soal biaya, dia malah melarang, dan berujar, “yah emang segitu!”. Berarti, orang miskin pun dilarang merengek, terlebih protes. Atau nanti ada yang menyahut, “Siapa suruh miskin!”.

Dari kehilangan,dari cacian,kini saya tumbuh menjadi manusia yang tegar dari segala rintangan dan cacian yang mereka lontarkan kepada saya. Karena saya sadar,hubungan baik adalah hanya hubungan saya dengan tuhan,bukan dengan manusia yang hanya ingin meraih meteri semata tanpa tau nyawa taruhannya…